<div style="text-align: justify;"> Penulis: Ni Luh Rosita Dewi</div> <div style="text-align: justify;"> Sumber: www.niluhrositadewi.blogspot.com</div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;"> Bahasa merupakan identitas sebuah bangsa. Seperti yang termaktub dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Ketentuan itu menegaskan bahwa bahasa Indonesia berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebangsaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya. Dengan mengetahui bahwa bahasa Indonesia sebagai identitas nasional. kita dapat memperkuat rasa nasionalisme, serta pemahaman tentang betapa pentingnya bahasa sebagai pemersatu bangsa.</div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;"> Bahasa sebagai identitas atau jati diri telah membangun nilai-nilai, norma, dan simbol-simbol yang menjadi ikatan sosial guna membangun solidaritas dan kohesivitas sosial. Bagi masyarakat, identitas adalah "harga diri" dan "senjata" untuk menghadapi kekuatan luar lewat simbol-simbol bahasa dan budaya. Nilai, norma dan simbol-simbol ekspresif yang terkandung dalam identitas tertentu memberikan penguatan bagi tindakan-tindakan di masa lalu, menjelaskan tindakan masa sekarang dan berperan sebagai pedoman untuk menyeleksi pilihan-pilihan masa depan.</div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;"> Bali sebagai pulau dewata tentunya juga memiliki identitas. Dan identitas itu adalah Bahasa Bali itu sendiri. Selain itu bahasa Bali merupakan ruang untuk mengekspresikan segala bentuk ide oleh masyarakat Bali yang terkait dengan pembangunan wilayahnya. Hal ini begitu menarik sebab dapat digunakan sebagai media untuk memperkenalkan dan menyebarluaskan simbol identitas ini pada masyarakatnya, seperti radio, TV dan surat kabar lokal.  Karena bahasa Bali masih tergolong kelompok bahasa besar di Indonesia.</div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;"> Selama ini berbagai telah dilakukan untuk melestarikan bahasa Bali. Hal ini terlihat dari adanya perhatian Pemerintah Daerah terhadap pemertahanan bahasa Bali. Pemerintah melalui lembaga yang dimilikinya seperti Lembaga Pelestarian dan Pengembangan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali dan Balai Bahasa sudah berusaha untuk menciptakan ranah-ranah baru untuk pemakaian bahasa Bali, misalnya adanya penyelenggaraan lomba berbahasa Bali, menulis Bali, menulis cerita berbahasa Bali yang diselenggarakan oleh lembaga itu secara berkesinambungan. Universitas dan lembaga-lembaga pendidikan sudah dengan terencana melalui program muatan lokal kurikulum telah pula mengembangkan kegiatan-kegiatan penunjang untuk ketahan bahasa Bali.</div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;"> Selain itu lahirnya Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, Dan Sastra Bali Serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali, juga menjadi bukti betapa konsistennya pemerintah ingin melestarikan bahasa aksara serta sastra Bali.</div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;"> Namun permasalahannya sekarang apakah masyarakat sudah memiliki kesadaran tinggi untuk menempatkan bahasa Bali sebagai identitas dirinya. Sehingga segala upaya-upaya yang dilakukan pemerintah maupun berbagai instansi lainnya dapat terhujud dengan baik. Dalam konteks ini banyak orang Bali mencemaskan perkembangan bahasa Bali, tak jarang pula ada yang memprediksi bahasa Bali akan mati atau punah.</div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;"> Sayangnya cemas saja tidaklah cukup, kita tidak boleh hanya sebatas formalitas mengatakan perduli terhadap bahasa Bali tanpa ikut melestarikan sastra dan bahasa tersebut. Caranyapun sederhana, kita dapat memulai kebiasaan tersebut dengan mengajarkan dilingkungan terdekat kita. Bentuknya beragam mulai dari belajar mengenal aksara Bali, menuli Bali, membaca aksara Bali, bahkan belajar mesatua Bali.</div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;"> Bukankah Hal itu lebih baik jika semua masyarakat bali dapat melakukan itu secara bersamaan. Ketimbang kita hanya membuat aturan namun <em>canter point</em> dari masalah ini kita belum benahi <em>mindset</em> berfikirnya.</div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;"> Pada akhirnya tulisan ini mengajak semua elemen masyarakat Bali untuk melestarikan bahasa Bali, agar tidak menjadi sekedar wacana, namun menjadi sebuah gerakan pembiasaan diri.</div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;"> <em>“yening sareng nak Bali, ngiring sareng-sareng mebasa bali, sampunan gengsi”!</em></div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;">  </div> <div style="text-align: justify;"> 001/KIM/BKS</div> <div style="text-align: justify;"> <strong>DAFTAR PUSTAKA</strong></div> <div style="text-align: justify;"> https://jdih.baliprov.go.id/uploads/produk-hukum/peraturan/2018/PERGUB/PERGUB_NOMOR_80_TAHUN_2018.pdf</div> <div style="text-align: justify;"> https://www.bulelengkab.go.id/detail/artikel/bahasa-bali-adalah-identitas-masyarakat-bali-83</div>
Bahasa Bali sebagai Identitas atau Formalitas?
18 Jan 2020